Minggu, 29 Mei 2011

Empat Hal Paling Ngangenin dari Samigaluh

1. Orang tua asuh saya, Bapak Surato dan Ibu Tini 
    di Samigaluh, tempat saya live in, saya memiliki bapak dan ibu asuh yang super baik. Bapak seorang petani. Ibu di rumah, tapi kegiatannya setiap hari, kalau tidak ke pasar, pasti memasak, mengantar makanan ke sawah untuk bapak, menjemur gabah, memetik di kebun, dan lainnya.
    Mereka mengajarkan kesederhanaan hidup dan pantang menyerah. Mereka mengajarkan untuk menjadi apa adanya dan saya juga bisa menerima mereka apa adanya. "ayo makannya ditambah, nasi sama ikannya masih banyak" itu yang selalu mereka ucapkan setiap saya dan Jessur, teman satu rumah saya, makan. Tapi kata-kata mereka yang paling menyentuh adalah "ibu dan bapak gak punya apa-apa, ini yang seadanya aja ya." Rasanya dalam hati, saya mau bilang, "Bu, Pak, sadarkah kalau ibu dan bapak sebenarnya punya banyak hal yang saya gak punya?"




2. Esti
    Sebenarnya dia tidak tinggal di rumah saya, tapi rumah kami berdekatan (dia anak di rumah Kanya dan Priscil). Namanya Elizabeth Esti Litani Madya Ratri. Artinya doa di tengah malam, katanya. Dia umur 7 tahun, kelas 3 SD. Saya dan teman-teman sekitar rumah saya sering meledeknya" Esti, udah cantik, rambutnya bagus, matanya bagus, pintar, ramah, dll...." dan dia hanya bisa salting, tersenyum malu-malu atau menutup mukanya. Tapi jujur, saya memang suka matanya. Dan yang paling ngangenin adalah kata-kata yang paling sering dia ucapkan, "he ehm" :)
     Untung kami punya nomor HPnya, kami sering SMS atau telpon, dan dia selalu bilang kalau kangen. aaawww:')




3. Chiko
    Begitu saya sampai di rumah, anjing kecil ini langsung mendatangi saya dan menjilati kaki saya. Awalnya saya tidak suka, geli dijilat-jilat begitu. tapi ternyata itu cara penyambutannya pada orang baru, setelah itu dia menganggap saya orang rumahnya, bahkan majikannya, walau saya tidak lama di sana. 
   Dulu saya juga pernah punya anjing, namanya juga Chiko:') mungkin itu yang membuat saya juga menyayangi anjing ini. Hari pertama saya dan Jessur dibangunkan olehnya, dia berdiri di tepi tempat tidur kami dan mengendus saya. Hari berikutnya, dia menemani kami ke sawah bersama ibu, menjilat-jilat kaki kami, sampai kami berani mengelusnya dan memberi makan langsung ke mulutnya. Lucunya, ukuran tubuhnya yang kecil seringkali membuatnya "dibully" anjing lain, bahkan ayam:) andai Chiko bisa telpon atau SMS....



 

4. Pemandangannya yang hijau, udaranya yang sejuk
    tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.





Kalau ada kesempatan, ingin rasanya kembali ke sana, sekedar untuk melepas kangen dan menikmati keindahan dan kehangatan desa itu lagi:)