Senin, 31 Oktober 2011

Kata Tak Terucap

Rasus menjatuhkan pundak dan menunduk. Dia kelihatan sulit menemukan kata-kata.
".... Aku tak bisa berkata apa-apa sebab aku akan segera berangkat ke tempat yang jauh dan entah kapan kembali. Maka begini saja, Kek. Bila ada lelaki baik-baik yang berniat mengambil Srintil maka bantulah keduanya. Tetapi bila ada lelaki yang datang hanya untuk bermain-main, tolong katakan kepada Srintil sekarang dia tidak boleh berperilaku seperti dahulu, Aku yang melarangnya, Kek."

Rasus
Jantera Bianglala


Apa kalian bisa merasakan hal yang sama seperti saya saat membaca ini?

Senin, 17 Oktober 2011

Ketidakadilan Dunia vs Batin yang Tenang

Begitu sampai Wisma Samadi, kami dibagi teman sekamar. Sharlene, Suzong, dan saya sekamar di kamar nomor 23, itu yang saya dengar. Begitu masuk kamar dan sudah bagi ranjang, tiba-tiba Tania masuk kamar. 
kami kaget karena katanya dia juga di kamar nomor 23 padahal ranjangnya cuma 3 biji. Lalu kami tanya pembina kami. Sementara itu, Dita dan Susan juga lapor karena mereka di kamar 35, sedangkan kamar 35 itu terpencil di tempat cuci piring.
Saya       : Saya salah denger ya Bu?
Pembina : Ga kok. Tunggu sebentar ya... Yudith, kamu ikut saya.
Saya     : Hah, saya sekamar sama Ibu? *syok setengah mati gilaaa, ini retret terakhir saya dan masa saya sekamar pembina? Ga seru banget kan?!*
Dita        : Tenang Dith. Eh jangan-jangan kita malah sekamar.
Dan ternyata benar. Saya sekamar Dita dan Susan, di kamar 32, bukan 35 untungnya...
*

Sesuai peraturan, retret kami SILENTIUM. Tidak boleh ngobrol. Tidak boleh kontak mata (yah walau tidak ada yang dimarahin karena kontak mata sih). Yang melanggar, akan tereliminasi. Tapi intinya peraturan cukup ketat dijalankan. Kami harus bicara bisik-bisik kalau mau bicara.

Dan banyak teman-teman yang menurut saya cuma kurang beruntung karena tertangkap saat bisik-bisik sehingga dimarahi oleh guru sampai dipanggil ke ruang romo, diancam disuruh pulang. Kenapa saya bilang kurang beruntung? Karena masih banyak teman lain yang ngobrol bisik-bisik. Gini aja yah, siapa sih yang tahan ga ngomong selama 4 hari? Intinya kan semua pasti melanggar aturan yang itu, tapi cuma beberapa aja yang ketahuan dan diancam tereliminasi kalau sudah sering ketahuan ngobrol.

Tapi menurut saya, pelaksanaan aturan ini agak tidak adil. Nama sepertinya membawa persepsi tersendiri bagi yang mendengarnya. Maksudnya, ada nama yang sudah membawa pemikiran buruk dari orang-orang duluan, padahal dia tidak melakukan apa-apa. Atau orang lain juga melakukan hal yang sama-sama salah seperti dia, tapi karena namanya yang sudah dicap negatif duluan, cuma dia saja yang dihukum. Padahal, apa salahnya sebuah nama coba?

Sedihnya, dari sekian banyak nama, teman sekamar saya, Dita yang kurang beruntung, harus tereliminasi beneran. Yah, dia memang sering ditegur dan katanya itu sudah keputusan pembina dan romo, jadi mau gimana lagi. Begini nih kronologisnya. Di hari ketiga, Dita dan beberapa teman dipanggil ke ruang romo. Sampai makan siang, teman saya ada yang nangis. Dalam hati saya pikir, nanti saja saya tanya Dita pas di kamar, dia pasti mau cerita. Eh habis makan siang kan ada waktu bebas sampai jam 4 (harusnya sih tetap ga boleh ngobrol), saya baru mau mandi ketika Dita masuk kamar.

Saya : Tadi lu diapain Dit?
Dita  : Disuruh pulang gue Dith.
Saya : Hah iya?? Siapa aja yang disuruh pulang?
Dita  : Cuma gue doang.
Saya : *menyebutkan nama teman-teman yang tadi dipanggil bersama Dita*
Dita  : Ga Dith, cuma gue doang.
Saya : Serius Dit? Kapan pulangnya?
Dita  : Sekarang. Nih gue mau beres-beres.

Sumpah saya kaget, tidak nyangka peraturan tentang pulang itu benar-benar dijalankan. Saya langsung ga jadi mandi, nungguin Dita beres-beres terus turun. Dan setelah dia beres-beres, spontan saya meluk dia dan dia meluk balik, rasanya sedih teman sekamar saya berkurang satu.

Trus saya mau mandi dan ketemu Myra, si ketua retret. Kami berinisiatif minta maaf sama pembina. Menurut saya ini kan wajar, ketua minta maaf gitu, tapi pembina tetep kekeuh mengeliminasi Dita dan katanya marah-marah juga akhirnya ke Myra. Tapi kenapa cuma Dita sendiri? Ini nih yang saya bilang ga adil. Well, dia memang ngaku salah, dia ngaku tadi ngobrol. Tapi... saya juga ngobrol kok, yang lain juga pasti ngobrol, untung aja pembina ga negur. Tapi kenapa?

Begitu selesai mandi, Susan sudah di kamar, tadi pas Dita pulang, dia lagi mandi jadi ga liat. Katanya, teman-teman banyak yang ke kamar, ngecek koper Dita sudah ga ada. Padahal Dita bilang nanti dia mau cerita ke kami pas malam, seperti malam sebelumnya, kami suka cerita-cerita ditegur atau sekedar galauan anak kelas 3 SMA gitu. Eh, siangnya malah Dita udah tereliminasi (persis kayak di AFI yang kalau pulang bawa koper). Saya dan Susan jadi sedih, tapi tetap, kami mengobrol random malamnya karena belum mengantuk, sampai jam 12 malam. Yang saya kagumi dari Dita, dia tetap santai dan mengakui kesalahannya. Mungkin, dia teman paling berani yang pernah saya kenal (Y)

Yah, begitulah kisah di kamar retret saya. Saya jadi merasa beruntung karena dipindahkamarkan, bukan berarti saya ga mau sekamar Sharlene-Suzong awalnya, tapi karena pindah saya jadi bisa mengalami apa yang tidaksemua orang alami. Balik, soal retret. Sangat berkesan dan tidak biasa memang. Kami hanya tersenyum kalau berpapasan, tidak ada kata terucap. Apalagi sejak Dita pulang, saya berusaha tidak ngobrol karena tidak adil kalau tidak ditegur, sedangkan Dita sudah pulang karena ngobrol.
**

Oh ya, ada beberapa hal yang saya sukai selama ret-ret di Wisma Samadi ini. 
Pertama: spot favorit saya : di bawah, batu paling dekat kolam. Entah kenapa, rasanya tenang meditasi di situ sambil mengamati gerak ikan dan kupu-kupu yang terbang (maksud saya, ikannya berenang, kupu-kupunya terbang). Walau tiba-tiba ada kodok yang datang dan saya harus pergi.
Kedua: banyak kupu-kupu di taman dan Ben-ben mengajari saya menangkapnya walau saya tidak pernah berhasil. Ya, saya sangat suka tamannya dan tidak pernah bosan walau sudah 4 kali ke sana.
Ketiga: pada malam ketiga, saya duduk di taman sekitar jam 7an. Bulan purnama berwarna kuning. Bintang bertaburan di langit malam. Sumpah bagus banget! Kapan lagi liat pemandangan langit malam sebagus itu? Di Jakarta sih ga ada bintang...
Keempat: Wisma Samadi terkenal akan makanannya. Dijamin kalau retret di sana ga akan lapar, justru pas SD saya dan teman-teman selalu nambah makannya. Cuma sekarang sudah SMA, jadi yaa jaim sedikit bolelah :p
Kelima: suara bel romo. Gemanya panjang dan menenangkan jiwa. Romo belinya di mana ya?

Sayangnya, ini retret terakhir saya di Wisma Samadi. Saya akan kangen pengalaman retret saya di sana, apalagi yang terakhir ini karena beda banget dan cuma gelombang saya yang dapat model retret meditasi. 
 ***

Inti dari retret ini adalah BATIN yang TENANG. Kalau sudah mencapai itu, kita dapat melakukan kebaikan dan tahu apa yang harus dilakukan. Untuk mencapainya, kita harus menyadari suatu objek, jangan dilawan dan menyadari kotoran-kotoran batin di sekitarnya.

11-14 Oktober 2011

The Inner Peace

Ting.... bunyi bel khusus meditasi yang panjang terdengar sangat menenangkan
"Segala sesuatu muncul dan lenyap begitu cepat dalam hidup ini. Sadari dan rasakan..."

Beruntungnya saya dan teman-teman mengikuti retret selama 4 hari (11-14 Okt 2011) di Wisma Samadi (after 4 times being there, will miss this peaceful place so much :") Kami mendapat model retret meditasi (silentium) dengan bimbingan Romo Sudrijanta. Beliau memberi banyak kata-kata mutiara selama penjelasannya, terlepas dari praktek meditasi itu sendiri, di mana kami dapat duduk rileks bersila menutup mata atau berjalan dalam keheningan seperti zombie.
Berikut beberapa kata-kata yang menginspirasi saya:
Saya : Romo, kalo kita ingin orang lain menerima pendapat kita, kayak adu argumen gitu salah ga? Kan tiap orang punya pendapat berbeda, tapi tadi kata Romo, keinginan itu dosa.
Romo : Adu pendapat itu boleh saja asal tempatnya sesuai.... Makanya kamu butuh BATIN YANG JERNIH untuk bisa mengungkapkan pendapat secara bebas.

Kebaikan yang dilakukan untuk melawan kejahatan sama saja dengan kejahatan itu sendiri. Segala sesuatu yang melawan pasti punya unsur yang dilawan. Kebaikan yang sejati berasal dari BATIN YANG JERNIH.
Kadang bukan Tuhan yang menciptakan kita, tapi kita yang menciptakan Tuhan
Kalau kita puas, kita bersyukur. Kalau tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kita berkata Tuhan tidak adil. Itulah doa kita.
Pasangan yang baru memulai hubungan akan saling banyak bicara, tapi pasangan yang sudah tua cukup saling mendengarkan dan bergandeng tangan. Begitulah seharusnya doa, cukup hening saling mendengarkan.

 dan masih banyak kata-kata mutiara lainnya yang menginspirasi saya...

Terima kasih Romo untuk bimbingannya. Meditasi pasti akan saya lakukan kalau ada waktu luang dan kalau saya butuh ketenangan batin. Ini mungkin akan jadi retret terakhir saya seumur hidup....  

Saya dengan sangat, mendesak anda untuk tidak menyia-nyiakan hidup anda karena segala sesuatu muncul dan lenyap begitu cepat. 
Ting... 


yah kira-kira kata-katanya begitulah intinya...

Minggu, 09 Oktober 2011

Cuma Mau Merengkuhmu Erat

Hari itu, tanggal 6 Oktober 2011, saya menemukan kupu-kupu ASLI yang baru saja mati. Kupu-kupu malang ini hampir terinjak oleh teman saya  yang tidak ber-perikebinatang-an, jadi daripada mati sia-sia, kupu-kupu itu saya ambil. Mau saya abadikan untuk koleksi, di rumah saya punya kupu-kupu bermotif sama tapi sudah terpisah-pisah bagiannya. Kan lumayan yang ini masih utuh.

Jadi saya menaruhnya di meja saya dan teman-teman sekelas yang melihat nampak antusias dengan berbagai kometar unik:
 
Teman 1 : "Iih mirip banget"
Saya       : "Apanya?"
Teman 1 : *mendekat* "ooo kupu-kupu beneran ya, gw kira lu makan kue bentuk kupu-kupu. Hebat banget  yang buat hahaha"

Teman 2 : "Aaaa... apaan tuh?" *menghindar*
Saya      : "Kupu-kupu. Lucu yaaa"
Teman 2 : "Maigaat kaget gw. Gw jijik sama serangga "

Teman 3 : "Itu kupu-kupu asli?"
Saya      : "Iya, tadi pagi gw nemu"
Teman 3 : "iih mau pegang dong, tapi gw takut"
Saya      : "Kenapa? pegang aja lagi" *memberikan kupu-kupu itu dan akhirnya dia berani memegangnya*

Teman 4 : "Ini kupu-kupu?" 
Saya      : "Yup. Bagus yaa"
Teman 4 : *bernapas biasa, kupu-kupu melayang* "Lemah banget, gw napas biasa aja terbang hahaha"

Teman 5 : "Itu apaan sih?"
Saya       : "Kupu-kupu"
Teman 5 : "Itu kupu-kupu beneran? Omaigaaat ITU KUPU-KUPU BENERAN" *dengan nada yang berbeda dan dia mengaku antimonoton*

Teman 6 : "Iiih kupu-kupu" *menaruh benda di meja saya dan kupu-kupu melayang jatuh*
Saya       : "Iiih jangan nanti kupu-kupunya robek"
Teman 6 : "Mau pegang dong"
Saya       : "Gak boleh. Lu ga berperasaan, nanti robek"
Teman 6 : "Plis mau pegang doong"
Saya       : "No no no" *menaruh kupu-kupu di tangan dan menghindarkannya dari teman saya yang tidak berperasaan itu*

Saya senang menemukan kupu-kupu hari itu walau sudah mati sekalipun. Dan saya sudah berusaha melindunginya dari tangan-tangan teman-teman saya yang jahil atau hembusan angin yang terlalu jahil dengan menangkupkan kedua tangan saya (dan kupu-kupu itu di dalamnya). Tapi entah karena tangan saya berkeringat dan lembab atau karena memang sifatnya yang terlalu rapuh, ia semakin terkoyak. Dan justru jadi saya sendiri yang merusaknya. Padahal saya kan mau menjaganya agar tidak robek...
Akhirnya saya dengan berat hati meletakkan kupu-kupu itu di taman SD, di antara tanaman-tanaman yang subur.

Satu hal yang saya pelajari dari hal ini: 
Semakin kita merengkuh sesuatu erat, semakin kita justru mengoyaknya.
Semakin kita menginginkan sesuatu dan mengekangnya, semakin ia akan mecoba melepaskan diri dari kita. Sama saja kan?

Selamat tinggal kupu-kupu malang. Semoga kau tenang di alam penuh bunga sana. Maafkan aku tidak bisa menjagamu utuh :")

Boring Time

klik di sini dan lihat apa yang murid sekolah lakukan saat kebosanan melanda di tengah jam pelajaran sekolah, sekaliber Sanur sekalipun : D


Digambar dari kisah NYATA



Made by: my best friend, Putri :)